Wednesday, 25 July 2018

Teori Sistem Kelas Bawah (Welter Miller)

Ilustrasi Geng Motor
Pada Post-post sebeleumnya saya sudah membahas tentang teori kelas menengah , dan pada post kali ini saya akan membahas tentang teori sistem kelas bawah dari Welter Miller, sistem kelas bawah jauh bertolak belakang dengan sistem kelas menengah, baik dari sisi budaya, dari sisi ekonomis, maupun sisi psikologis.

Miller mengkhawatirkan beberapa bidang yang menjadi kunci dari budaya kelas bawah tersebut, menurutnya ia berfokus pada 6 hal yaitu:
1. Masalah, Masyarakat kelas bawah menganggap masalah sebagai sesuatu kesialan yang datang terus menerus, sehingga menyebabkan pemikiran bahwa hidupnya adalah sumber masalah, hal ini tentu menyebabkan tekanan tersendiri pada diri seseorang, yang mengakibatkan frustasi.
2. Ketangguhan, Masyarakat kelas bawah menganggap ketangguhan adalah sebuah prestasi, semakin seram dan tangguh seseorang, semakin banyak orang takut terhadapnya, dan itu merupakan prestasi bagi kelas bawah, dimana yang paling tangguh secara fisik adalah yang terkuat dan paling disegani oleh orang-orang lainnya
3. Smartness, Masyarakat kelas bawah memiliki cara pikir yang cenderung asal-asalan sehingga merugikan dirinya sendiri, seperti misal kebiasaan kelas bawah untuk berjudi, dan mempertaruhkan semua harta yang ia punya sampai habis.
4. Kegembiraan, Kegembiraan bagi masyarakat kelas bawah adalah mabuk mabukan, membuat kerusuhan, dan berjudi, hal itu membuat mereka gembira karena kebiasaan mereka yang selalu ingin melakukan kesenangan disela frustasi yang dihadapi.
5. Nasib, masyarakat kelas bawah umumnya memiliki hati yang lapang dan penyabar, oleh karenanya banyak sekali masyarakat kelas bawah yang menerima nasibnya dan tidak berusaha untuk bangkit dari keterpurukan kondisinya.
6. Otonomi, masyarakat kelas bawah sangat susah diatur dan memiliki otonominya sendiri, mereka akan memberontak apabila otonomi mereka diganggu oleh pihak luar atau orang lain

Teori Diferensiasi Struktur(Croward dan Ohlins)

Teori Diferensiasi Struktur sangat menekankan bidang ekonomi pada masyarakat kelas bawah, diantaranya adalah teori yang membuat keterkaitan antara kenakalan remaja kelas bawah dengan faktor ekonomi keluarganya. Kurangnya tingkat kesejahteraan keluarganya berdampak pada kurangnya peluang ekonomi yang didapatkan oleh seorang anak, akhirnya anak tersebut melalui proses frustasi dan menyebabkan kenakalan remaja yang lebih bersifat anarkis(geng).
Remaja yang tidak mengikuti norma cenderung terbawa oleh lingkungan bermainnya, dalam remaja kelas bawah memiliki 3 ruang dimensi kenakalan yaitu:
1. Kriminal, remaja kelas bawah melakukan tindakan kriminal lalu selanjutnya menimbulkan sebuah perselisihan (konflik)
2. Konflik, konflik yang terjadi akibat tindakan kriminal, misal adalah seorang maling yang tertangkap warga dan dihakimi oleh massa
3. Orientasi Narkoba, Remaja kelas bawah cenderung menggunakan narkoba sebagai sarana bersenang-senangya, mereka akan sanggup membeli narkoba daripada makanan sehari-hari, karena orientasinya sudah hanya tentang narkoba

Sunday, 20 May 2018

Teori Kelas Menengah (Middle-class Theory)

Review kali ini saya akan menjelaskan poin penting dari teori kelas menegah Cohen dan kaitannya dengan Sosiologi Perilaku Menyimpang, berikut uraiannya:
Ilustrasi Gengster
(Sumber: Google)
Kenakalan remaja dan penyimpangan terjadi dalam pengaturan kelompok atau geng, berandalan dan para preman biasanya bergerak bersama dalam sebuah kelompok, bahkan walaupun mereka bergerak sendiri, itupun atas pengaruh kelompok dan geng yang mengendalikannya. Cohen menganggap fenomena geng ini seringkali terjadi di masyarakat kelas bawah.

Geng kelas bawah seringkali mengarah ketindakan anarkisme, dimana anarkisme merupakan kesenangan bag para remaja kelas bawah, kenakalan terjadi karena kurangnya kontrol terhadap anak dalam kelas bawah, akibatnya pergaulan yang salah membentuk anak tersebut menjadi penyimpang, dalam kasusnya seringkali kita jumpai dijalanan seringkali terjadi tawuran antar warga, maupun pelajar, dan uniknya semua pelaku tawuran sebagian besar merupakan masyarakat kelas bawah.
Ilustrasi Tawuran
(Sumber: Google)
Hal ini disebabkan karena perbedaan cara didik antara kelas bawah dengan kelas menengah, akibatnya sering terjadinya gesekan antara remaja kelas bawah dan kelas menengah.
Sementara itu Cohen memiliki 4 asumsi dasar teori kelas menengah,yaitu:
  1. Sejumlah pemuda kelas bawah melakukan hal buruk disekolah relatif tinggi.
  2. Bahwa kinjera sekolah yang buruk berkaitan dengan kenakalan remaja.
  3. Kinerja sekolah ang buruk dikarenakan konflik nilai-nilai kelas menengah - nilai nilai pemuda kelas bawah.
  4. Kenakalan laki-laki masuk dalam konteks geng, namun disisi lain untuk mengembangkan sisi positif konsep diri dan memilihara nilai anti sosial. 
Perbedaan Metode membesarkan anak antara kelas bawah dan menengah seringkali menjadi pangkal masalah terjadinya konflik disekolah tempat bertemunya kelas bawah dan kelas menengah, perbedaan ini didasari oleh klasifikasi antara didikan kelas bawah dan kelas menengah. Cohen memberikan 9 tolak ukur untuk menentukan bahwa anak itu adalah kelas menengah atas.
  1. ambisi
  2. tanggung jawab
  3. prestasi
  4. rasionalitas & visioner
  5. pengendalian diri terhadap orang lain
  6. kontrol kekerasan dan agresi
  7. penekanan hobi (waktu luang)
  8. menghormati properti orang lain
  9. menunda kepuasan untuk masa depan.
Cohen menekankan 3 kata deskriptif untuk menunjukan sejauh mana anak yang menyimpang (kelas bawah) menolak simbol-simbol kelas menengah.
1. Berbahaya
2. Negativistik
3. Nonultitanian
Cohen memberikan contoh untuk melengkapi 3 kata ini, yaitu bahwa anak-anak dari kelas menengah kalau ke perpustakaan itu ia memanfaatkan sarana dan prasarana dari perpustakaan, berbanding kebalik dengan anak kelas bawah, dia malah mengganggu anak kelas menengah yang lagi memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada, bahkan anak kelas bawah sampai mencuri buku di perpustakaannya. yang lebih parahnya lagi anak kelas bawah menaruh kotoran diatas meja guru.

Sumber: Donald J Shoemaker, Theories of Delinquency. Bab Lower Class Based Theories of Delinquency hal. 143

Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association) Edwin Sutherland

Review kali ini saya akan membahas poin-poin penting Teori Asosiasi Diferensial yang berkaitan dengan Perilaku Menyimpang, berikut uraiannya...
Ilustrasi
(Sumber : Google)
Menurut Sutherland Penyimpangan dipelajari melalui interaksi sosial, artinya perilaku menyimpang ditransmisikan dalam suatu komunitas atau kelompok dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi.

Sutherland memiliki 9 proposisi proses transmisi nilai-nilai terjadi:
  1. Perilaku kriminal dipelajari.
  2. Perilaku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses interaksi.
  3. Dasar perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok pribadi yang intim..
  4. Ketika perilaku telah dipelajari maka akan meliputi teknik melakukan kejahatan dan arah untuk melakukan kejahatan (Penyimpangan).
  5. Arah dari motif dan dorongan dipelajari dari definisi aturan hukum. Apakah pelanggaran tsb menguntungkan atau tidak.
  6. Seseorang menjadi delinkuen karena pemahaman terhadap definisi-definisi yang menguntungkan dari pelanggaran terhadap hukum melebihi definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum.
  7. Asosiasi berbeda mungkin beranekaragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas, dan intensitas)
  8. Proses pembelajaran perilaku menyimpang melalui persekutuan dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit.
  9. Walaupun perilaku menyimpang merupakan penjelasan dari kebutuhan dan nilai umum tsb sejak perilaku tidak jagat adalah sebuah penjelasan dari kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.
Dari sembilan Proposisi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa menurut teori ini, penyimpangan dapat terjadi melalui interaksi (khususnya proses komunikasi) yang dipraktekan dengan teknik-teknik tertentu dalam sebuah kelompok yang intim, dan dengan alasan-alasan yang mendukung perbuatan jahat tersebut. (Sumber: www.kompasiana.com)

Seperti contoh: Dalam sebuah dewan legislatif, terdapat seseorang anggota dewan yang baru dan belum menyimpang, namun selama di sana ia mengamati dan melihat kegiatan menyimpang yang dilakukan oleh seniornya, pada akhirnya anggota baru tsb biasa melihat penyimpangan terjadi, namun akhirnya anggota baru tersebut diajak oleh seniornya untuk mempraktikan penyimpangan tersebut, dengan mengajarkan teknik-teknik tertentu dalam melakukan penyimpangan tersebut, hingga akhirnya anggota dewan baru tersebut mempraktikannya sendiri dan mulai mengajarkan kepada anggota baru lainnya.


Teori Perhatian Fokus (Focus Concerns) Welter Miller

Review kali ini adalah review mengenai pokok dari teori perhatian fokus (Focus Concerns) Welter Miller terkait Sosiologi Perilaku Menyimpang

Ilustrasi
(Sumber: Google)
Ide Welter Miller muncul dalam sebuah artikel berjudul "Budaya Kelas Bawah Sebagai Lingkungan yang Memunculkan Delinkuensi Geng". Perhatian fokus budaya kelas bawah lebih menekankan kepada 6 hal yaitu:

  1. Keributan => Keributan bagi masyarakat kelas bawah merupakan sebuah prestise dan merupakan sebuah sarana untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar
  2. Ketangguhan => Ketangguhan atau "Machoisme" yaitu orang kuat dan bersifat "Gentle" sangat dihargai dan disukai oleh masyarakat kelas bawah, dibanding orang yang bersifat lembut, "klemer-klemer",dll
  3. Pintar => Pintar bagi masyarakat kelas bawah adalah kemampuan untuk mengakali, mencurangi, memanipulasi, memanfaatkan, dan menipu orang lain.
  4. Kesenangan => Kesenangan menekankan kepada kemampuan dan keberanian serta nyali bagi masyarakat kelas bawah untuk mengikutinya, seperti misal judi dan sabung ayam hingga bertaruh mempertaruhkan rumah, kendaraan,dll. dianggap sebagai kesenangan dan jati diri bagi masyarakat kelas bawah.
  5. Nasib => Nasib bagi masyarakat kelas bawah adalah pertaruhan dan keberuntungan, oleh karena itu perjudian menjadi loncatan mobilitas bagi para kelas bawah.
  6. Otonomi => Masyarakat kelas bawah seringkali susah diatur atau mentaati peraturan, hal ini disebabkan masyarakat kelas bawah menganggap mereka mempunyai otonominya sendiri, sehingga seringkali otonomi ini menjadi penyimpangan nilai dan norma.
Kesimpulan
Kenakalan dan penyimpangan bagi masyarakat kelas bawah merupakan tindakan yang positif bagi masyarakatnya terutama laki-laki (Machoisme), hal ini dikarenakan penyimpangan ini merupakan ajang ber adu nyali antar masyarakat, dimana nyali tertinggi akan mendapat status yang tinggi juga dilingkungan tersebut, status ini didapatkan karena pemberian dan penilaian masyarakat terhadap "prestasi" yang telah dicapai, semisal juara tarung derajat, jagoan, juara sabung ayam, dll.

Sumber : Pengantar Kriminologi, Frank E. Hagan (Bab 6: teori arus utama Sosiologis hal: 231-232)

Dimensi Pengendalian Sosial

Review kali ini merupakan review pertemuan pada hari Senin 16 April 2018, pada kali ini saya akan mereview tentang Dimensi Pengendalian Sosial dari Mata Kuliah Sosiologi Perilaku Menyimpang, berikut ini adalah uraiannya...
(Sumber : Google)
Pengendalian Sosial merupakan sebuah cara yang dilakukan bagi orang-orang yang melanggar norma dalam masyarakat, pengendalian sosial erat kaitannya dengan kontrol sosial dimana ada beberapa cara untuk mengendalikan sosialisasi dilingkungan masyarakat. Menurut pandangan Peter L.Berger menyatakan bahwa pengendalian sosial merupakan berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang. Tujuannya tidak lain yaitu untuk mematikan atau paling kurang berusaha memastikan konformitas terhadap norma.

Pada dasarnya kita harus mengetahui bahwa pada kenyataannya masyarakat bersikap konformis karena:

  1. Mereka tidak punya pilihan lain. misalnya seperti pernikahan diharuskan harus satu agama. 
  2. Karena adanya bujukan untuk bersikap konformis terhadap norma. Misalnya orang tua memberikan arahan agar anaknya tidak melanggar, apabila melanggar maka orang tua akan sedih. Sehingga anak akan cenderung menuruti dan taat mengikuti anjuran orang tuanya.
  3. Karena adanya penjagaan fisik dan sosial, penjagaan fisik misalnya dengan menggunaan kamera pemantau atau pagar penghalang. 

Proses Menjadi Menyimpang

Review kali ini merupakan review pertemuan ke 5 di Mata Kuliah Sosiologi Perilaku Menyimpang tepatnya pada hari Senin 9 April 2018. Materi kali ini adalah penjelasan bagaimana seseorang menjadi menyimpang, berikut uraiaannya...
Ilustrasi Penyimpangan Tawuran
(Sumber: Google)
Dalam pemikiran Sutterland mengenai diferensiasion asosiation bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku kejahatan yang dipelajari. Norma menjadi acuan dalam menetukan penyimpangan. Selain itu sosiologi melihat penyimpangan itu sebagai proses sosial. Dimana seseorang yang melakukan penyimpangan itu dalam proses sosial ada interaksi, sosialisasi dan interpretasi. sebagai contoh seorang anggota legislatif pemula, yang baru masuk dalam lembaga legislatif, didalam lembaga tersebut korupsi merupakan hal yang lumrah, maka anggota pemula inipun melihat dan mengamati bagaimana tata cara melakukan korupsi dilingkungan legislatif, akhirnya seiring dengan waktu anggota legislatif pemula ini mengikuti tata cara yang telah ia lihat dan ia amati selama ini, akhirnya ia pun menjadi bagian dari penyimpangan tersebut. Penyimpangan merupakan proses sosial diantaranya :
  • Sosialisasi sebagai peran sosial  
Seseorang dibentuk melalui perilaku dari interaksi sosialnya. Peranan dalam kehidupan dipelajari oleh manusia untuk menentukan perannya di masyarakat, begitupun untuk membangun pandangan dan citra masyarakat terhadap dirinya.
  • Sosialisasi sebagai pengambilan peran 
Saat perilaku sudah dihadapkan dengan kebiasaan, kepercayaan, sikap atau tindakan adalah perilaku yang ditentukan dan pemenuhannya disebut pemenuhan peran dan disitulah terjadi pengambilan peran.   
  • Pengambilan peran sebagai penyimpangan   
Peran yang kita ambil tidak selalu seperti apa yang diharapkan masyarakat, seringkali peran yang diharapkan masyarakat adalah peran yang menyimpang namun untuk memenuhi peran dimasyarakat kadang seseorang dengan sukarela mengambil peran tersebut walaupun itu menyimpang.